Peritel Nasional anggota APRINDO mengapresiasi & mendukung Pemerintah atas penerbitan aturan baru bagi pengiriman barang kiriman KE dan DARI BATAM

0
761

Sebagaimana kita ketahui bersama selama ini, Batam adalah free zone yaitu kawasan yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang bebas dari pengenaan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai dalam rangka mendorong lalu lintas perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi negara dan dalam rangka meningkatkan penanaman modal asing dan dalam negeri serta memperluas lapangan kerja di Batam 

Pada prinsipnya, yang kami ketahui adalah seluruh barang dari luar negeri yang masuk ke Batam tidak dikenakan bea masuk dan pajak impor, namun apabila barang dari luar negeri tersebut dikeluarkan dari Batam ke wilayah Indonesia lainnya maka akan dikenakan bea masuk dan pajak impor, demikian pernyataan Roy N Mandey, Ketua Umum Assosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), yang beranggotakan lebih dari 45.000 toko ritel modern tersebar pada 34 provinsi dan 514 Kabupatan/Kotamadya di seluruh wilayah Indonesia, dalam keterangan pers nya pada hari Rabu 22/01/2020 lalu. 

Di satu sisi, telah kita ketahui pula Pemerintah melalui Bea Cukai telah menetapkan ketentuan impor terbaru terkait barang kiriman yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 199/PMK.04/2019 dan akan mulai berlaku pada 30 Januari 2020 yang akan datang. Dalam aturan ini Bea Cukai menyesuaikan nilai pembebasan bea masuk atas barang kiriman dari sebelumnya USD 75 menjadi USD 3 per kiriman. Sedangkan pungutan pajak dalam rangka impor (PDRI) diberlakukan normal. Namun demikian pemerintah juga merasionalisasi tarif dari semula berkisar ± 27,5% – 37,5% (bea masuk 7,5%, PPN 10 %, PPh 10% dengan NPWP, dan PPh 20% tanpa NPWP) menjadi ± 17,5% (bea masuk 7,5%, PPN 10 %, PPh 0%). 

Aturan ini akan berlaku secara penuh di seluruh wilayah Indonesia, sehingga muncul pertanyaan bagaimana dengan penerapan aturan ini di Batam.?, karena sebagaimana diketahui Batam merupakan kawasan bebas (free zone). 

Sejalan dengan hal tersebut, Roy N Mandey menyampaikan tentunya Pemerintah akan menerapkan ketentuan terbaru tentang barang kiriman termasuk di Batam, dapat diberlakukan sama untuk menciptakan perlakuan perpajakan yang adil dalam melindungi industri kecil menengah (UMKM) serta menciptakan kesetaraan level of playing field. Pemberlakuan aturan PMK 199/PMK.04/2019 terkait de minimus value, tarif dan pembebanan bea masuk dan pajak impor akan diberlakukan pula untuk barang eks luar negeri yang dikirim dari Batam ke wilayah Indonesia lainnya. 

Berdasar pada data & informasi yang didapat APRINDO dari kantor Bea Cukai, jumlah barang kiriman yang masuk ke dalam wilayah Indonesia selain Batam pada tahun 2019 mencapai 57,9 juta paket (consignment note), sedangkan barang eks luar negeri yang ditransitkan melalui Batam mencapai hampir 45 juta paket, sehingga pengenaan bea masuk dan pajak impor untuk barang eks luar negeri semata-mata dalam rangka menciptakan keadilan antara impor langsung dan transit melalui Batam. 

Sedangkan untuk barang pindahan (personal effect), barang retur, dan barang transit yang berasal dari wilayah Indonesia lainnya dengan tujuan wilayah Indonesia lainnya melalui Batam tidak dikenakan bea masuk dan pajak impor sebagaimana telah berjalan selama ini. Begitu pula untuk menjamin keberlangsungan industri di Batam, maka barang produksi Batam yang dikeluarkan ke wilayah Indonesia lainnya tidak dikenakan bea masuk dan PPh, namun hanya dikenakan PPN dalam negeri. 

Meskipun bea masuk terhadap barang kiriman dikenakan tarif tunggal, namun pemerintah menaruh perhatian khusus terhadap masukan yang disampaikan oleh pengrajin dan produsen barang-barang yang banyak digemari dan banjir dari luar negeri. Hal ini mengakibatkan produk tas, sepatu, dan garmen dalam negeri tidak laku. Seperti diketahui beberapa sentra pengrajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk-produk luar negeri. 

Melihat dampak yang disebabkan dari menjamurnya produk-produk tersebut, maka untuk komoditi tas, sepatu, dan garmen, pemerintah menetapkan tarif normal yaitu bea masuk sebesar 15%-20% untuk tas, 25%-30% untuk sepatu, dan 15%-25% untuk produk tekstil, PPN sebesar 10%, dan PPh sebesar 7,5% hingga 10%. Penetapan tarif normal ini demi melindungi industri dalam negeri yang mayoritas berasal dari IKM. 

Sehubungan dengan penerapan aturan baru ini, diketahui bahwa pemerintah telah mengimbau kepada masyarakat, khususnya perusahaan jasa titipan (PJT) untuk menaati aturan tersebut dengan tidak melakukan modus pelanggaran antara lain memecah barang kiriman (splitting) atau memberitahukan harga di bawah nilai transaksi (under invoicing). 

Dalam menyusun perubahan aturan ini, pemerintah telah melibatkan berbagai pihak untuk menciptakan aturan yang inklusif serta menjunjung tinggi keadilan dalam berusaha. Perubahan aturan ini merupakan upaya nyata pemerintah untuk mengakomodir masukan para pelaku industri dalam negeri khususnya UMKM/IKM. Diharapkan dengan adanya aturan baru ini, fasilitas pembebasan bea masuk untuk barang kiriman (de minimus value) dapat benar-benar mendorong masyarakat untuk lebih menggunakan produk dalam negeri. 

APRINDO mengapresiasi langkah Bea Cukai dalam menerapkan aturan ini karena telah melakukan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat khususnya di Batam, lanjut penyampaian dari Roy N Mandey, serta upaya yang telah dilakukan Bea Cukai dalam menyiapkan sistem dan prosedur yang memberikan kemudahan cara pembayaran kepada Pos/PJT dan jaminan transparansi pembayaran melalui sistem tracking. Tidak hanya itu, apresiasi juga diberikan atas kesiapan Kantor Pusat Bea Cukai dalam memberikan asistensi di daerah Batam untuk mendukung masa transisi. 

APRINDO juga sangat mendukung kebijakan ini karena pemerintah telah mendengar dan menerima masukan dari kami sebagai pelaku dunia usaha khususnya di bidang toko ritel modern mengenai semakin meningkatnya impor barang kiriman melalui platform e-commerce yang dikhawatirkan akan mengganggu industri & perdagangan melaui toko ritel nasional, terutama UMKM/IKM. Kebijakan ini juga diharapkan dapat menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level of playing field antara hasil produksi dalam negeri yang produknya mayoritas berasal dari UMKM/IKM dan dikenakan pajak dengan produk-produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum yang masih banyak beredar di pasaran, demikian Roy N Mandey menutup pernyataan nya. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here