Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey membeberkan ihwal utang subsidi selisih harga minyak goreng yang belum dibayarkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS). Roy mengungkapkan total utang itu mencapai Rp 344 miliar kepada 31 perusahaan retail.
Roy menjelaskan utang itu berasa dari selisih harga keekonomian minyak goreng dengan harga jual saat negara meminta peretail menjual minyak goreng murah pada awal tahun. Adapun retail modern yang menerapkan aturan tersebut sebanyak 42.000 gerai.
“Proses ini tidak dikomunikasikan kepada peretail modern anggota Aprindo. Jadi utang ini tanda tanya sampai hari ini,” kata Roy dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta Selatan pada Selasa, 14 Februari 2023.
Roy mengaku sudah melakukan audiensi dengan BPDPKS. Namun BPDPKS mengatakan siap membayar setelah dilakukan verifikasi oleh pihak yang ditugaskan dan apabila sudah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Kemudian Aprindo menanyakan persoalan utang ini kepada Kemendag. Tetapi secara lisan, kata Roy, Kemendag menjawab Sucofindo sebagai pihak yang ditugaskan memverifikasi data-data selisih harga minyk goreng antara produsen, distributor belum melaksanakan tugas tersebut.
Aprindo juga mendapat kabar dari Kemendag bahwa proses verifikasi telah dioper ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kejaksaan Agung, tetapi belum juga ada kabar secara resmi.
Sebelumnya, Kepala BPDPKS Eddy Abdurachman mengatakan peretail yang tergabung Aprindo telah datang menemuinya. Namun, dia pun menyatakan BPDPKS tak bisa langsung membayarnya sebelum proses verifikasi dari Kementerian Perdagangan
“Jadi si peretail tadi nagih ke kami, kami sampaikan dulu ini ke Dirjen PDN (perdagangan dalam negeri), ini lho ada tagihan segini diverifikasi dulu. Dirjen PDN akan verifikasi,” ujarnya saat ditemui Tempo di Hotel Grand Hyatt Jakarta pada Kamis, 22 Desember 2022.
Dia menjelaskan pemerintah sempat menegaskan BPDPKS untuk memberikan subsidi selisih harga minyak goreng kemasan agar bisa tetap sesuai harga Eceran tertinggi (HET), yakni Rp 14 ribu per kilogram. Perintah tersebut termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 dan 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana Untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Dalam beleid itu disebutkan BPDPKS baru bisa membayarkan dana tersebut jika sudah dilakukan verifikasi oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri. Ia meyakini proses verifikasi hingga kini masih dilakukan.
“Jangan sampai ini jadi masalah hukum. Bukan kami enggak mau bayar. Kalau kami sudah terima hasil verifikasinya dari Kementerian Perdagangan akan kami bayarkan itu,” ujar Eddy.
sumber : Koran Tempo