Ketika berbicara tentang bagaimana smartphone mengubah peta bisnis ritel, seringkali kisahnya seputar bagaimana e-commerce menyingkirkan industri ritel tradisional dan menjadikannya kuno.
Smartphone telah menjadikan kegiatan berbelanja semakin mudah dilakukan dengan berbagai aplikasi untuk fesyen, keperluan sehari-hari, elektronik dan makanan. Jika diterapkan secara efektif sebagai bagian dari strategi pemasaran omnichannel, smartphone bisa menjadi kunci untuk bertahan hidup bagi gerai ritel fisik.
Produk atau merek, perlu memberi pengalaman tanpa batas kepada para pelanggannya, di mana pun dan pada wadah apa pun. Entah itu yang berada di dalam toko, online, di pampang di sosial media atau melalui aplikasi smartphone, pengalaman konsumen mesti dipastikan tetap konsisten terjaga dan saling melengkapi.
Penelitian GfK menunjukkan bahwa 45 persen dari semua kegiatan belanja dipengaruhi ponsel, di mana kini tanpa masuk toko fisik, konsumen sudah mendapat barang yang diinginkannya, atau sekadar gambaran barang yang ingin dibeli. Manfaatnya tentu sangat besar, bagi konsumen mereka dapat menghindari antrean sekaligus mendapatkan barang pesanan sesuai keinginan.
Smartphone juga bermanfaat bagi situs e-commerce yang ingin bergerak secara offline, misalnya Berrybenka yang kini memperluas kehadiran online mereka dengan membangun toko fisik di mal. “Sebuah survei global oleh GfK terkait aktivitas konsumen dengan ponsel di toko, kami menemukan bahwa secara global, 40 persen dari pembeli menggunakan smarphone mereka saat berada di toko fisik untuk membandingkan harga dan menghubungi teman untuk meminta saran, sementara 23 dan 22 persen membeli produk melalui aplikasi atau melalui situs web masing-masing. Ini menunjukkan bahwa begitu pelanggan melangkah melewati pintu, lebih banyak lagi yang bisa dilakukan untuk membuatnya membeli,” ucap Karthik Venkatakrishnan, Direktur Regional, Gfk Asia, pada Koran Jakarta.
Sebagai contoh, ritel kecantikan Sephora telah berhasil menggunakan teknologi augmented reality dan lip-mapping di dalam aplikasinya, Sephora Virtual Artist yang secara instan dapat membantu pengguna mengetahui 3.000 lipstik yang paling sesuai dengan mereka, sebuah aktivitas yang sebelumnya sangat memakan waktu.
Contoh lainnya adalah Pacific Place Mall yang terletak di pusat kawasan finansial Jakarta. Pacific Place merupakan mal pertama yang mengadaptasi teknologi bluetooth beacon sebagai sistem navigasi mal.
Pelanggan yang memanfaatkan teknologi tersebut dapat melacak produk atau toko yang mereka sedang cari. Salah satu manfaat smartphone yang paling berharga adalah dia mampu memberikan informasi kepada para pelaku ritel, di mana informasi tersebut merupakan kunci untuk menggaet loyalitas pelanggan.
Bangun Loyalitas Konsumen
Saat ini loyalitas adalah sesuatu yang jarang dimiliki oleh connected consumer. Produk atau merek dapat memanfaatkan data pelanggan dan analisis point-of-sales (POS) untuk menawarkan layanan yang lebih personal seperti penawaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Pada gilirannya, hal ini dapat menghadirkan kesempatan untuk mengembangkan hubungan jangka panjang.
Supermal Karawaci, salah satu pusat hiburan terbesar di Jakarta, telah meluncurkan aplikasi mobile interaktif pada awal tahun ini, yang memungkinan peritel menawarkan konten yang bersifat personal dan berinteraksi secara lebih baik dengan konsumennya dengan mengirimkan penawaran khusus atau sekedar pemberitahuan tentang event-event yang akan diselenggarakannya ke depan.
Selain itu, kedai kopi modern Starbucks juga telah sukses besar dalam enam tahun terakhir dengan menerapkan program loyalitas populernya ke platform mobile, menghasilkan penjualan yang lebih tinggi, mampu menggerakan loyalitas pelanggan sekaligus menggerakan konsumen ke gerai fisik mereka.
Tahun lalu, 25 persen rantai transaksi di AS berasal dari smartphone. Di era connected consumer, aktivitas belanja omnichannel telah menjadi standar baru. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami perjalanan konsumen hingga proses pembelian. Dan ini merupakan salah satu tantangan terberat yang dihadapi oleh pelaku ritel saat ini.
“Namun, dengan memanfaatkan hasil riset tentang perjalanan konsumen hingga membeli produk, pemahaman tentang perbedaan pengaruh sarana online dan offline dalam pengambilan keputusan, dan jenis media yang mereka gunakan. Maka pelaku ritel dapat mengoptimalkan strategi omnichannel mereka,” tutup Karthik.